KOMPAS – Senin, 24 Aug 2009
“Jangan sampai polisi gagap dan kehilangan kemampuan dalam melakukan pemberantasan terorisme yang bertentangan dengan jiwa demokrasi dan memancing ketidakpercayaan publik kepada polisi,” Raja Juli Antoni
Pengawasan ceramah agama oleh Polri untuk mencegah terorisme adalah tindakan kontraproduktif. Tindakan itu justru bisa memicu pelanggaran hak asasi manusia dan demokratisasi yang selama ini dijunjung Polri dalam memberantas terorisme.
Direktur Eksekutif Maarif Institute Raja Juli Antoni, Minggu (23/8) di Jakarta, mengatakan, pengawasan ceramah agama oleh polisi justru bisa mengurangi kebebasan beragama yang dijunjung dalam negara demokrasi. Kondisi itu berkebalikan dengan upaya polisi dalam memberantas terorisme selama ini yang cukup baik sebab tetap dapat dilakukan dalam koridor demokrasi.
Meski tetap menjunjung hak asasi manusia, polisi mampu menangkap ratusan orang yang terkait aksi teror. “Jangan sampai polisi gagap dan kehilangan kemampuan dalam melakukan pemberantasan terorisme yang bertentangan dengan jiwa demokrasi dan memancing ketidakpercayaan publik kepada polisi,” katanya.
Untuk mengawasi ceramah keagamaan yang dinilai menyebarkan kebencian, polisi dapat melakukannya melalui operasi intelijen yang tak perlu dipublikasikan. Pengumuman pengawasan yang dilakukan polisi justru membuat masyarakat tidak nyaman beribadah.
Ketua Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi mengakui, munculnya pemahaman yang salah dan menyimpang dalam beragama dengan mengesahkan tindakan kekerasan dan terorisme salah satunya memang bersumber dari ceramah keagamaan. Namun, polisi tak memiliki kemampuan dalam menilai paham keagamaan itu. Polri perlu organisasi massa Islam yang jelas visi kebangsaannya. (MZW)