KOMPAS(Nasional) – Sabtu, 30 Aug 2014
Jakarta, Kompas – Peranan kelompok sipil agama diharapkan mampu menjadi penjaga dan pengawas integrasi sosial di Indonesia. Oleh karena itu, para pemuka agama harus terus memberikan pendidikan politik agar menjauhkan masyarakat dari fanatisme politik dan egoisme sektoral pasca pelaksanaan Pemilu Presiden 2014.
Demikian pesan dari diskusi di Jakarta, Jumat (29/8), yang mengetengahkan peran kelompok sipil agama untuk memperkuat integritas sosial bangsa setelah Pilpres 2014. Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Direktur Eksekutif The Indonesian Institute Raja Juli Antoni, pengamat Politik Indonesia asal Australia Greg Fealy, dan Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Andreas A Yewangoe.
Raja mengingatkan peran kelompok sipil agama, di antaranya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan PGI, yang telah memberikan peran yang signifikan untuk mendorong keberhasilan proses reformasi dan konsolidasi demokrasi.
”Peran kelompok agama sangat penting dalam memberikan kemajuan demokrasi di Indonesia. Inilah yang membuat kita berhasil melalui masa transisi sosial politik dibandingkan negara-negara Timur Tengah pasca Musim Semi Arab,” ujarnya.
Menurut Raja, selama Pilpres 2014 sejumlah kelompok agama terpecah. Bahkan, setiap kelompok agama mengerucutkan dukungan itu pada klaim kekafiran bagi pendukung yang berseberangan dengan kubu mereka.
Jangan sampai terusik
Adapun menurut Fealy, kelompok sipil agama wajib bertindak dan bergerak untuk memberikan pendidikan dan pencerahan bagi rakyat. Karena itu, kelompok agama diharapkan jangan memihak kelompok tertentu dan menghindari penyebaran propaganda salah satu kubu.
Proses konsolidasi demokrasi di Indonesia, yang telah berjalan pasca Reformasi 1998, ujar Fealy, jangan sampai berhenti di tengah jalan akibat kepentingan kelompok tertentu. ”Karena itu, kelompok agama penting untuk memberikan ketenteraman di Indonesia. Saya khawatir perpecahan yang dilakukan oleh kelompok agama itu bisa mengganggu kehidupan sosial yang telah stabil dan berlangsung selama ini di negeri ini,” ujarnya.
Fealy menambahkan, keberpihakan kelompok agama cenderung berbahaya. Sebab, tokoh-tokoh agama tersebut telah memberikan pernyataan provokatif yang mengganggu pluralisme agama. Di sisi lain, meski berbeda pendapat, masyarakat Indonesia terbukti tidak terpengaruh provokasi tersebut. Hal itu terbukti dalam kehidupan sosial yang tetap aman dan damai.
Sementara itu, Andreas mengatakan, Pilpres 2014 memberikan dampak perpecahan dalam kelompok agama. Baginya, hal itu merupakan praktik demokrasi yang kelewat batas sehingga menyebabkan friksi di masyarakat. Oleh sebab itu, perpecahan tersebut seharusnya segera dihentikan oleh para pemimpin politik seusai hasil Pilpres 2014 diumumkan Komisi Pemilihan Umum dan penetapan Mahkamah Konstitusi.
”Kita harus terus menjaga integrasi sosial bangsa yang selama ini dijaga rakyat Indonesia. Jangan sampai integrasi sosial bangsa dimanfaatkan untuk kepentingan elite-elite politik yang memanfaatkan fanatisme dukungan rakyat,” ujarnya. (A07)