KOMPAS – Selasa, 13 Oct 2009
Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono diminta membentuk menteri khusus untuk menangani hak asasi manusia. Alasannya, selama urusan HAM berada di bawah Departemen Hukum dan HAM, banyak kasus pelanggaran yang tak selesai ditangani.
Pembentukan kementerian baru bidang HAM itu diusulkan Setara Institute for Democracy and Peace. “Kami memandang penting bagi pemerintahan mendatang untuk membentuk kementerian HAM tersendiri,” kata Ketua Badan Pengurus Setara Hendardi dalam jumpa wartawan di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Senin (12/10).
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Bonar Tigor Naipospos menyebutkan, kasus pelanggaran HAM berat yang tak ditangani pemerintah di antaranya adalah kasus Trisakti serta Semanggi I dan II. Pemerintah menolak untuk menangani kasus tersebutkarena laporan pelanggaran HAM dianggap kurang lengkap.
“Kasus lain adalah penghilangan orang secara paksa yang hingga kini belum direspons pemerintah,” kata Naipospos.
Dengan adanya menteri khusus HAM itu, diharapkan kasus-kasus pelanggaran HAM dapat segera dituntaskan. Selain itu, masyarakat pun bisa mendapatkan jaminan kebebasan berekspresi, beragama, serta jaminan kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan.
Lima nama Menteri HAM
Setara menyebutkan lima nama yang dinilai mampu memimpin kementerian HAM. Kelima nama itu adalah Lukman Hakim Syaifuddin (Partai Persatuan Pembangunan), Harkristuti Harkrisnowo (Dirjen HAM), Luhut MP Pangaribuan (advokat), Nursyahbani Katjasungkana (Partai Kebangkitan Bangsa), dan Benny K Harman (Partai Demokrat).
“Mereka memiliki rekam jejak yang baik dalam penegakan HAM. Kalaupun Presiden memiliki nama lain, tidak ada masalah. Apakah dari parpol atau bukan, yang penting memiliki rekam jejak yang baik dan memiliki komitmen dalam menegakkan HAM,” kata Hendardi.
Secara terpisah, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Raja Juli Antoni mengatakan, kabinet mendatang harus diisi para profesional yang benar-benar memahami bidangnya dan memiliki rekam jejak yang baik. Kesalahan dalam memilih menteri akan berakibat pada rusaknya integritas diri dan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Ini merupakan periode terakhir Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden. Karena itu, kalau ia ingin mewariskan kebaikan yang bisa diteruskan oleh presiden berikutnya, tidakada pilihan lain bagi Yudhoyono untuk memilih profesional dalam jabatan menteri,” kata Antoni.
Dua nama Muhammadiyah
Dengan alasan profesionalitas itu, Pemuda Muhammadiyah mengusulkan dua kader Muhammadiyah, yaitu Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies Rizal Sukma sebagai Menteri Pertahanan dan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas sebagai Jaksa Agung.
Meskipun penentuan menteri adalah hak prerogatif Presiden, dua kader nonpartai berlatar belakang Muhammadiyah itu patut dipertimbangkan. “Sejak reformasi, kontribusi Muhammadiyah dalam kabinet biasanya untuk jabatan Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Kesehatan. Padahal, kader Muhammadiyah bukan hanya jago dalam kedua bidang itu,” ujar Antoni. (NTA/MZW)