RMol, Kamis, 05 Februari 2015
Setelah Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno (kader partai Nasdem-red), kini giliran anggota Komisi III DPR dari PDIP Junimart Girsang yang jadi sorotan karena sama-sama pernyataan ‘tidak jelas’.
Bila Menko Tedjo menuding yang mendukung KPK sebagai rakyat tidak jelas, Junimart menyebut mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif tidak jelas karena menyatakan Presiden Joko Widodo tidak akan melantik Komjen Budi Gunawan.
“Habis Tedjo, terbitlah Junimart,” sindir mantan Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Raja Juli Antoni PhD, dalam keterangannya (Kamis, 5/2).
Junirmat menegaskan, pernyataan Buya Syafii berdasarkan pembicaraan lewat telepon dengan Presiden tersebut tidak punya dasar. “Karena tak jelas siapa dia dan apa posisinya. Kalau bisa, kita harap jangan pula dia membuat suasana makin keruh,” sergah Junimart seperti dilansir sebuah media kemarin
Raja Juli Antoni mengingatkan, sejak awal diskusi di internal MAARIF Institute, mereka mendukung penuh keterlibatan Buya Syafii dalam Tim Independen ketika diminta Presiden Jokowi. Karena mereka berharap Buya Syafii membantu Presiden Jokowi menyesaikan persoalan Komjen Budi Gunawan yang berlarut-larut akibat ketidakdewaan berfikir dan kedangkalan moral politisi negeri ini.
Dia menyampaikan demikian karena persoalan calon Kapolri tersebut ini tidak akan melebar bila Jokowi sejak awal menarik surat pengajuan Komjen BG dari DPR begitu ditetapkan sebagai tersangka.
Konyolnya, Komisi III DPR malah memuluskan seorang tersangka korupsi dalam ‘fit’ dan ‘proper’ sebagai Kapolri. Selanjutnya,dengan kedangkalan moral publik seorang terangka korupsi malah dianggap layak menjadi Kapolri di Sidang Paripurna DPR.
“Jadi posisi Buya dan anggota ‘tim independen’ lainnya justru memberikan suntikan moral bagi presiden Jokowi untuk mempunyai keberanian mengambil keputusan untuk tetap pro pemberantasan korupsi di tengah rong-rongan para politisi rendah akal dan moral, seperi Junimart Girsang,” tutur Toni.
Karena itu, sikap Junimart yang mempertanyakan siapa Buya Syafii Maarif justru memperlihatkan rendahnya jam terbang politikus PDIP itu di dunia politik. “Buya Syafii ini adalah bapak bangsa yang masih tersisa setalah tidak ada lagi sosok seperti Gus Dur dan Cak Nur,” ungkapnya.
Apalagi, Buya Syafii sangat dengan tokoh-tokoh penting PDIP, partai Junimart. Misalnya, hari Senin 2 Februari, Buya masih diundang Megawati ke Teuku Umar untuk diminta nasehat dan pertimbangannya. “Dua jam Buya ngobrol dengan Megawati,” ungkapnya.
Begitu juga kedekatan Buya dengan almarhum suami Megawati, Taufiq Kiemas. “Saya berkali-kali menemani Buya Syafii bertemu almarhum Taufiq Kiemas. Kalau ketemu, Pak TK selalu cium tangan Buya. Aneh kalau Junimart tidak mengenal Buya,” jelas Toni.
Dia juga mengingatkan, Junimart mesti paham bahwa sumber legitimasi politik itu tidak selalu berasal dari aspek legal-formal. Sejarah dunia melahirkan tokoh-tokoh yang tidak mempunyai posisi formal dalam sistem politik tapi justeru mempunya legitimasi politik kuat karena konaistensi pandangan intelektual dan posisi moralnya yang independen dan imparsial.
“Aneh pernyataan Junimart. Bagaimana PDIP yang menjadi oposisi selama 10 tahun melahirkan politisi dangkal seperti Junimart. Jokowi adalah presiden yang diusung PDIP, mestinya PDIP pasang badan menjaga Jokowi agar menjadi presiden yang pro pemberantasan korupsi. Bukan malah merongrong presidennya sendiri. Sepuluh tahun menjadi oposisi, membuat PDIP lupa bahwa sekarang mereka adalah partai penguasa,” tandasnya. [zul/rmol]
http://www.pekanews.com/2015/02/beda-partai-tapi-sama-sama-nggak-jelas.html